Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila sebagai ideologi terbuka – Kata “ideologi” berasal dari gabungan kata “idea” dan “logos”. “Idea” merujuk pada gagasan, konsep, pengertian dasar, atau cita-cita, sedangkan “logos” mengacu pada ilmu, ajaran, atau paham. Dalam pengertian ini, ideologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dasar atau ajaran tentang gagasan dan pemikiran. Secara luas, ideologi berkembang menjadi suatu paham yang menggambarkan seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh individu atau kelompok.
Ideologi terbuka, di sisi lain, adalah bentuk ideologi yang dijadikan pandangan hidup bangsa. Ideologi ini mencakup nilai dasar serta nilai instrumental yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan dinamika secara internal.
Oleh karena itu, ideologi terbuka memungkinkan nilai-nilai dasarnya untuk diterapkan secara fleksibel dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman, sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip inti yang menjadi dasar dari pandangan hidup bangsa.
Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran, dan akselerasi dari masyarakat, Pancasila sebagai ideologi terbuka terus berkembang. Tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan cita-cita hidup berbangsa dan bernegara yang mencapai harkat dan martabat kemanusiaan.
Baca juga: Tujuan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 45
Nilai-nilai dasar Pancasila dapat diperkaya dan dikembangkan agar sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia dan tuntutan zaman yang terus berubah.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila mengandung tiga jenis nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
Nilai Dasar
Nilai Dasar Pancasila adalah prinsip-prinsip yang diterima sebagai landasan yang mutlak, nilai dasar dianggap benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai dasar ini merupakan inti dari sila-sila Pancasila yang universal, sehingga mengandung cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai yang baik dan benar. Cita-cita dan tujuan negara diuraikan dalam pembukaan Undang-undang Dasar atau UUD 1945.
Baca juga: Unsur-Unsur Terbentuknya Negara Beserta Penjelasannya
Nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai hukum tertinggi, sumber hukum positif, dan sebagai prinsip dasar negara yang fundamental. Merubah pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar ideologi Pancasila sama dengan membubarkan negara.
Dalam pembukaan dijelaskan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur tentang lembaga negara, hubungan antarlembaga, serta tugas dan wewenang penyelenggara negara.
Nilai Instrumental
Nilai instrumental merujuk pada nilai-nilai yang berhubungan dengan pelaksanaan nilai dasar. Biasanya, nilai-nilai instrumental ini berbentuk norma sosial dan hukum yang diwujudkan dalam bentuk peraturan dan mekanisme lembaga negara.
Nilai instrumental dapat berubah seiring dengan perkembangan dan implementasi nilai-nilai dasar dalam kehidupan nyata, namun perubahan tersebut tidak boleh melanggar prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan.
Baca juga: Penerapan Teori Kedaulatan Rakyat di Indonesia
Karakteristik dinamis dan inovatif nilai instrumental memungkinkan Pancasila untuk tetap relevan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai dasarnya.
Nilai Praktis
Nilai praksis Pancasila merujuk pada nilai-nilai yang benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini terkait dengan etika atau moralitas. Nilai praksis Pancasila diwujudkan melalui interaksi antara nilai instrumental dengan situasi konkret di tempat dan situasi tertentu.
Baca juga: Brand Awareness: Pengertian dan Manfaatnya
Penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa mengalami perkembangan dan perbaikan yang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan aspirasi masyarakat, namun tetap berlandaskan pada nilai dasar Pancasila.
Dimensi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Terdapat beberapa dimensi dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka yang perlu diperhatikan:
Dimensi Idealistik
Dimensi ini menyangkut nilai dasar Pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Menurut Soeryanto dalam Pancasila sebagai Ideologi Ditinjau dari Segi Pandangan Hidup Bersama, Pancasila merupakan ideologi yang bersumber dari nilai filosofis. Selain itu, Koento Wibisono dalam Pancasila sebagai Ideologi Terbuka menjelaskan bahwa dimensi idealistik Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme, dan memotivasi masyarakat sesuai dengan cita-cita bangsa.
Dimensi Normatif
Nilai dasar Pancasila harus diperjelas dengan aturan atau sistem norma negara. Menurut Soeryanto, dimensi normatif Pancasila mengatur pelaksanaannya melalui norma yang dibuat atau diubah.
Dimensi Realistik
Pancasila mampu hidup dalam segala keadaan yang terjadi di Indonesia. Dimensi realistik Pancasila memungkinkan realitas yang ada di Indonesia dapat diselesaikan dengan keterbukaan ideologi negara.
Keunggulan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Berbagai keunggulan dimiliki oleh ideologi Pancasila yang menjadi milik bangsa Indonesia, yang tentunya memiliki perbedaan dengan sistem ideologi besar yang dipeluk oleh sebagian besar negara di dunia. Berikut beberapa keunggulan Pancasila sebagai ideologi terbuka.
Sila Pertama Pancasila
Dibandingkan dengan paham Atheisme yang dianut oleh Komunisme yang berdasarkan ajaran materialisme dialektis dan materialisme historis versi Marxisme, sila pertama Pancasila dianggap lebih unggul. Sila pertama ini menjadi semangat dasar yang melandasi sila-sila lainnya, seperti Perikemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.
Sila Kedua Pancasila
Pada Sila kedua Pancasila yang menyatakan “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, secara tidak langsung menunjukkan konsep manusia yang lebih seimbang dan bijaksana dibandingkan dengan paham Liberalisme-Kapitalisme. Paham tersebut memandang manusia sebagai “subjek pelaku bebas yang dapat menentukan nasibnya sendiri”.
Dengan demikian, konsep manusia dalam Pancasila dianggap lebih lengkap, komprehensif, dan seimbang dalam cara memandang dan memperlakukan manusia secara adil.
Sila Ketiga Pancasila
Pada Sila Ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia” dianggap lebih superior daripada konsep persatuan ras (NAZI) dan persatuan bangsa yang chauvinis (Fasis). Dalam konsep persatuan ras dan bangsa yang bersifat chauvinis, terdapat unsur peninggian diri sendiri (seperti superioritas ras Arya di India) dan penghinaan terhadap kelompok lain (inferioritas).
Sementara dalam konsep persatuan Volksgemeinschaft yang diprakarsai oleh NAZI, terdapat keinginan untuk berkuasa dan memperluas kekuasaan (melalui ekspansi), serta menjaga kemurnian ras dan tanah air dari unsur-unsur yang dianggap asing, seperti orang Yahudi, kaum gipsy, kaum homoseksual, dan lain-lain.
Sedangkan pada prinsip Persatuan Indonesia menurut Pancasila, lebih didasarkan pada penghargaan terhadap perbedaan dan keragaman.
Sila Keempat Pancasila
Sila keempat Pancasila dianggap lebih superior dibandingkan dengan paham kerakyatan yang diusung oleh sosialisme dan fasisme. Dalam pidato Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, beliau menyatakan bahwa “Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita yang mendirikan negara”.
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa prinsip kerakyatan dalam Pancasila lebih unggul daripada prinsip kerakyatan sosialisme dan Marxisme yang berfokus pada “solidaritas sosial” dengan menumpukan pada perjuangan dan antagonisme kelas.
Sila Kelima Pancasila
Sila kelima Pancasila mengandung implikasi terhadap konsep kesejahteraan sosial dan demokrasi ekonomi yang lebih unggul daripada konsep pasar bebas yang diusung oleh Liberalisme-Kapitalisme, terutama dalam bentuk baru yaitu paham Neoliberalisme.
Menurut Sri Edi Swasono, sistem ekonomi Indonesia difokuskan pada wawasan yang selalu dikaitkan dengan sila kelima Pancasila. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi harus menggunakan prinsip kesetaraan untuk kemakmuran masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan individu. Konsep koperasi juga merupakan implementasi nyata dari prinsip tersebut.
Kesimpulan
Pancasila dapat dianggap sebagai ideologi terbuka karena memiliki prinsip-prinsip dasar yang sangat inklusif dan dapat diinterpretasikan secara luas oleh berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok minoritas. Pancasila juga terbuka untuk perkembangan dan perubahan dalam menghadapi perubahan sosial dan politik. Selain itu, Pancasila memiliki nilai-nilai universal yang dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks, baik lokal maupun global.
Pancasila sebagai ideologi terbuka juga memungkinkan terjadinya diskusi dan perdebatan mengenai arti dan aplikasi dari prinsip-prinsipnya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa Pancasila tetap relevan dan dapat memberikan arah bagi pembangunan nasional, sambil tetap memperhatikan kebutuhan dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat.
Referensi
- Ishaq, M. (2016). Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dan Relevansinya dengan Masyarakat Multikultural. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 1(1), 36-50.
- Koesnadi, H., Sutopo, B., & Basrowi, B. (2017). Pancasila as the Basis of the Indonesian State Ideology. KnE Social Sciences, 1(7), 181-188.
- Luhulima, C. R. (2018). Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dalam Membangun Karakter Bangsa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(2), 77-89.
- Mulyana, D. (2019). Pancasila sebagai Ideologi Terbuka: Kritik dan Implementasi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 25(4), 430-442.
- Priyanto, D. (2018). Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dalam Konteks Keindonesiaan. Jurnal ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA, 7(1), 43-50.