6 Teori Pengembangan SDM Menurut Para Ahli

Teori Pengembangan SDM

Teori Pengembangan SDM – Dalam dunia bisnis yang semakin dinamis, Sumber Daya Manusia (SDM) bukan sekadar aset, melainkan the driving force yang menentukan keberhasilan organisasi. Namun, membangun SDM yang kompeten tidak terjadi secara instan—perlu pendekatan teoritis yang matang, dirancang berdasarkan penelitian para ahli.

Teori Pengembangan SDM Menurut Para Ahli

Berikut ini teori-teori pengembangan SDM menurut para ahli, mulai dari konsep klasik hingga modern.

1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Dalam karya seminalnya “A Theory of Human Motivation” yang terbit tahun 1943, Abraham Maslow memperkenalkan konsep revolusioner tentang hierarki kebutuhan manusia yang menjadi landasan fundamental dalam memahami motivasi kerja. Teori ini tidak hanya relevan dalam psikologi umum tetapi telah menjadi pilar utama dalam pengembangan sumber daya manusia di berbagai organisasi modern.

Hierarki kebutuhan Maslow terdiri dari lima tingkatan yang membentuk piramida. Tingkat paling dasar adalah kebutuhan fisiologis yang meliputi kompensasi finansial yang memadai dan fasilitas dasar tempat kerja. Tingkat kedua adalah kebutuhan keamanan yang mencakup stabilitas pekerjaan dan lingkungan kerja yang bebas dari ancaman. Kebutuhan sosial menempati tingkat ketiga, berupa hubungan interpersonal yang positif antar karyawan. Tingkat keempat adalah kebutuhan penghargaan yang meliputi pengakuan atas prestasi kerja. Puncak piramida adalah aktualisasi diri yang terwujud dalam kesempatan pengembangan potensi maksimal.

Implementasi teori ini dalam pengembangan SDM dapat dilihat pada praktik perusahaan teknologi terkemuka seperti Google. Perusahaan ini menyediakan makan gratis untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, membangun budaya umpan balik terbuka untuk memenuhi kebutuhan sosial, serta mengembangkan program “20% time” yang memungkinkan karyawan mengerjakan proyek kreatif sebagai bentuk aktualisasi diri.

2. Teori Expectancy Vroom

Victor Vroom dalam bukunya “Work and Motivation” (1964) mengembangkan model motivasi yang menekankan pada aspek kognitif dalam pengambilan keputusan individu. Teori expectancy ini memberikan kerangka konseptual yang sangat berguna bagi praktisi SDM dalam merancang sistem motivasi yang efektif.

Teori ini berdiri pada tiga pilar utama. Pertama, expectancy yang merujuk pada keyakinan individu bahwa upaya yang dilakukan akan menghasilkan kinerja yang diharapkan. Kedua, instrumentality yang merupakan persepsi bahwa kinerja yang baik akan mendapatkan penghargaan. Ketiga, valence yang menunjukkan nilai subjektif yang diberikan individu terhadap penghargaan tersebut.

Aplikasi praktis teori ini dapat dilihat dalam sistem kompensasi di berbagai perusahaan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan sales mungkin menetapkan bonus tunai sebagai insentif (valence), dengan syarat pencapaian target penjualan tertentu (instrumentality). Namun efektivitas sistem ini bergantung pada keyakinan sales bahwa target tersebut memang realistis untuk dicapai (expectancy).

3. Teori Pembelajaran Sosial Bandura

Albert Bandura melalui “Social Learning Theory” (1977) membuktikan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi melalui proses observasi dan modeling, bukan semata-mata melalui instruksi formal. Temuan ini memiliki implikasi signifikan terhadap strategi pengembangan SDM di berbagai organisasi.

Konsep kunci dalam teori ini meliputi modeling, di mana individu belajar dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain, serta self-efficacy yang merujuk pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kedua konsep ini menjadi dasar pengembangan berbagai program pelatihan dan pengembangan karyawan.

Microsoft memberikan contoh nyata penerapan teori ini melalui program mentorship mereka. Dengan memasangkan karyawan baru dengan karyawan senior yang berpengalaman, perusahaan melaporkan peningkatan kecepatan adaptasi karyawan baru hingga 40% dibandingkan metode pelatihan konvensional.

4. Teori Human Capital Becker

Gary S. Becker, penerima Nobel Ekonomi, dalam karya monumentalnya “Human Capital” (1964) memperkenalkan paradigma baru yang memandang pengembangan SDM sebagai bentuk investasi strategis, bukan sekadar biaya operasional. Perspektif ini telah mengubah cara organisasi memandang pelatihan dan pengembangan karyawan.

Implikasi teori human capital mencakup dua aspek utama. Pertama, pelatihan keterampilan teknis (hard skills) secara langsung berkontribusi pada peningkatan produktivitas kerja. Kedua, pengembangan soft skills seperti komunikasi dan kepemimpinan berdampak signifikan terhadap penurunan tingkat turnover karyawan.

Data dari LinkedIn (2023) memperkuat teori ini dengan menunjukkan bahwa perusahaan yang secara konsisten berinvestasi dalam program pengembangan karyawan mengalami peningkatan tingkat retensi karyawan hingga 34% dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukannya.

5. Teori Andragogi Knowles

Malcolm Knowles melalui “The Adult Learner” (1984) mengembangkan konsep andragogi yang secara khusus membahas karakteristik pembelajaran orang dewasa. Teori ini menjadi landasan penting dalam merancang program pelatihan karyawan yang efektif.

Prinsip utama andragogi meliputi self-directed learning yang menekankan pada keinginan orang dewasa untuk mengontrol proses belajarnya sendiri, serta experiential learning yang menekankan pentingnya pembelajaran berbasis pengalaman nyata daripada sekadar teori.

Unilever memberikan contoh penerapan teori ini melalui platform Digital Learning Hub mereka yang menyediakan modul pembelajaran fleksibel dan berbasis pengalaman kerja nyata, memungkinkan karyawan untuk belajar sesuai dengan kebutuhan dan ritme masing-masing.

6. Teori Kompetensi Spencer & Spencer

Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer dalam “Competence at Work” (1993) mengembangkan model kompetensi berbentuk gunung es yang memberikan kerangka komprehensif dalam menilai dan mengembangkan kompetensi karyawan.

Model ini membedakan dua jenis kompetensi utama. Kompetensi permukaan meliputi keterampilan teknis dan pengetahuan yang relatif mudah untuk dilatih dan dikembangkan. Sementara kompetensi dalam mencakup aspek kepribadian, nilai-nilai, dan motivasi intrinsik yang lebih sulit untuk diubah tetapi justru seringkali menentukan kesuksesan jangka panjang.

Apple Inc. dikenal sebagai perusahaan yang menerapkan konsep ini secara ketat dalam proses rekrutmennya, dengan menempatkan kesesuaian budaya (cultural fit) sebagai kriteria seleksi yang sama pentingnya dengan keahlian teknis.

Penutup

Pengembangan SDM adalah ilmu sekaligus seni. Teori-teori di atas bukan hanya konsep akademis, tetapi telah teruji dalam praktik bisnis global. Kunci suksesnya terletak pada integrasi—menggabungkan motivasi (Maslow, Vroom), pembelajaran (Bandura, Knowles), dan investasi (Becker) sesuai konteks organisasi.

Bagi yang ingin mendalami, eksplorasi literatur asli dari para ahli tersebut sangat direkomendasikan. Sebab, seperti kata Peter Drucker, “The most valuable asset of a 21st-century institution will be its knowledge workers.”

Itulah beberapa teori pengembangan SDM menurut para ahlinya, semoha informasi ini bermanfaat.

Baca juga:

Referensi

  1. Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396. https://doi.org/10.1037/h0054346
  2. Vroom, V. H. (1964). Work and motivation. Wiley.
  3. Bandura, A. (1977). Social learning theory. Prentice Hall.
  4. Becker, G. S. (1964). Human capital: A theoretical and empirical analysis. University of Chicago Press.
  5. Knowles, M. S. (1984). The adult learner: A neglected species (3rd ed.). Gulf Publishing.
  6. Spencer, L. M., & Spencer, S. M. (1993). Competence at work: Models for superior performance. Wiley.
Please follow and like us:
Scroll to Top