Peraturan Permendikdasmen 2025 Tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA)

TKA

Pendidikan di Indonesia terus mengalami transformasi, salah satunya dengan diperkenalkannya Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai alat evaluasi standar nasional. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 9 Tahun 2025, yang disahkan oleh Mendikdasmen Abdul Mu’ti.

Apa Itu Tes Kemampuan Akademik (TKA)?

Tes Kemampuan Akademik (TKA) adalah ujian standar nasional yang bertujuan untuk mengukur kompetensi akademik siswa dalam mata pelajaran tertentu.

TKA dirancang untuk mengukur capaian akademik siswa di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK, termasuk peserta pendidikan nonformal (seperti Paket A, B, C) dan informal (seperti homeschooling). Hasil tes ini nantinya akan menjadi salah satu syarat penting dalam seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, termasuk perguruan tinggi.

Tujuan Utama Tes Kemampuan Akademik (TKA)

Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir sebagai instrumen evaluasi pendidikan yang dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan strategis dalam sistem pendidikan Indonesia. Berikut penjelasan mengenai tujuan-tujuan tersebut:

1. Mengukur Kemampuan Akademik Siswa Secara Objektif

TKA berfungsi sebagai alat ukur standar untuk menilai pemahaman siswa terhadap materi-materi pelajaran inti, termasuk Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris. Dengan struktur soal yang terstandarisasi, tes ini mampu memberikan gambaran nyata tentang tingkat penguasaan materi peserta didik di berbagai jenjang pendidikan. Hasil evaluasi ini tidak hanya berguna bagi siswa secara individual, tetapi juga menjadi tolok ukur kualitas pendidikan di tingkat daerah maupun nasional. Data yang dihasilkan dapat digunakan untuk memetakan kekuatan dan kelemahan sistem pembelajaran di berbagai wilayah, sehingga intervensi kebijakan dapat dilakukan secara lebih tepat sasaran.

2. Menyetarakan Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal

Salah satu terobosan penting dari TKA adalah pengakuan setara terhadap peserta didik dari jalur pendidikan nonformal (seperti program Paket A, B, C) dan informal (seperti homeschooling). Selama ini, siswa dari jalur alternatif seringkali menghadapi kendala dalam mengakses jenjang pendidikan lebih tinggi karena keterbatasan pengakuan kompetensi. Dengan adanya TKA, lulusan nonformal dan informal memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi, karena hasil tes ini dapat dijadikan bukti kompetensi yang diakui secara nasional.

3. Menjadi Komponen Penting dalam Seleksi Penerimaan Siswa dan Mahasiswa Baru

Hasil TKA memiliki peran strategis dalam proses seleksi akademik. Untuk jenjang sekolah, nilai TKA dapat digunakan sebagai syarat jalur prestasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Misalnya, siswa SD yang ingin masuk SMP favorit melalui jalur prestasi dapat menggunakan sertifikat TKA sebagai salah satu dokumen pendukung.

Di tingkat perguruan tinggi, lulusan SMA/SMK dapat memanfaatkan nilai TKA sebagai pertimbangan tambahan dalam seleksi masuk PTN, baik melalui jalur SNBP, SNBT, maupun seleksi mandiri kampus. Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan akademik mereka di luar nilai rapor atau UTBK.

4. Mendorong Peningkatan Mutu Guru dan Kurikulum Pembelajaran

Keberadaan TKA juga diharapkan dapat memicu perbaikan kualitas pengajaran di tingkat sekolah. Dengan adanya standar evaluasi yang jelas, guru dan tenaga pendidik terdorong untuk terus meningkatkan metode pembelajaran agar siswa mampu mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, hasil TKA dapat menjadi bahan refleksi bagi sekolah dalam menyusun kurikulum yang lebih efektif, serta bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia pendidikan dan dunia kerja.

Siapa Saja yang Harus Mengikuti TKA 2025?

TKA 2025 akan diikuti oleh siswa dari berbagai jalur pendidikan, yaitu:

1. Peserta dari Jalur Pendidikan Formal

  • SD/MI/sederajat: Siswa kelas 6.
  • SMP/MTs/sederajat: Siswa kelas 9.
  • SMA/MA/SMK/sederajat: Siswa kelas 12.

2. Peserta dari Jalur Pendidikan Nonformal

  • Paket A/sederajat (setara SD).
  • Paket B/sederajat (setara SMP).
  • Paket C/sederajat (setara SMA).
  • Santri pesantren yang berada di bawah pembinaan Kemenag.

3. Peserta dari Jalur Pendidikan Informal

  • Siswa homeschooling (sekolah rumah).

Pengecualian untuk Siswa berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual tidak diwajibkan mengikuti TKA.

Materi yang Diujikan dalam TKA 2025

Materi TKA disesuaikan dengan jenjang pendidikan peserta. Berikut rinciannya:

1. TKA untuk SD/MI/Paket A

  • Bahasa Indonesia
  • Matematika

2. TKA untuk SMP/MTs/Paket B

  • Bahasa Indonesia
  • Matematika

3. TKA untuk SMA/MA/SMK/Paket C

  • Bahasa Indonesia
  • Matematika
  • Bahasa Inggris
  • 1 Mata Pelajaran Pilihan (Siswa dapat memilih sesuai jurusan, seperti Fisika, Kimia, Ekonomi, atau Geografi).

Jadwal Pelaksanaan TKA 2025

TKA akan dimulai secara perdana pada November 2025, dengan rincian sebagai berikut:

  • SMA/SMK/sederajat: November 2025 (gelombang pertama).
  • SD & SMP/sederajat: Akan diumumkan kemudian (kemungkinan awal 2026).

Pendaftaran dilakukan melalui sistem online yang terintegrasi dengan database Kemdikbud.

Fungsi Strategis Sertifikat Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA)

Sertifikat hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) bukan sekadar dokumen biasa, melainkan memiliki peran krusial dalam sistem pendidikan nasional. Berikut penjabaran tentang fungsi-fungsi penting sertifikat TKA:

1. Sebagai Komponen Penting dalam Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru

Sertifikat TKA menjadi dokumen kunci yang membuka akses pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Bagi siswa SD, hasil TKA dapat dijadikan sebagai syarat masuk jalur prestasi ketika mendaftar ke SMP favorit melalui sistem PPDB. Nilai TKA yang tinggi memberikan keunggulan kompetitif dibandingkan calon siswa lain.

Pada jenjang SMP ke SMA/SMK, sertifikat TKA berfungsi sebagai bukti kompetensi akademik yang dapat memperbesar peluang diterima di sekolah unggulan. Beberapa sekolah bahkan mungkin menjadikan nilai TKA sebagai komponen utama seleksi jalur prestasi, menggantikan atau melengkapi nilai ujian sekolah.

Di tingkat perguruan tinggi, lulusan SMA/SMK dapat memanfaatkan sertifikat TKA sebagai dokumen pendukung dalam berbagai jalur seleksi. Untuk SNBP (seleksi nilai rapor), hasil TKA dapat memperkuat portofolio akademik. Sementara pada SNBT (UTBK) dan seleksi mandiri, nilai TKA yang baik bisa menjadi nilai tambah ketika nilai UTBK peserta berada di ambang batas passing grade.

2. Sebagai Alat Penyetaaraan bagi Lulusan Pendidikan Nonformal dan Informal

Sertifikat TKA menjadi solusi bagi masalah pengakuan kompetensi yang selama ini dihadapi peserta didik jalur nonformal (seperti program Paket A, B, C) dan informal (seperti homeschooling). Dokumen ini berfungsi sebagai alat verifikasi kemampuan akademik yang setara dengan ijazah pendidikan formal.

Dengan sertifikat TKA, lulusan Paket C kini memiliki peluang lebih besar untuk mendaftar ke perguruan tinggi tanpa hambatan birokrasi. Begitu pula siswa homeschooling dapat menggunakan hasil TKA sebagai bukti kompetensi ketika ingin pindah ke sekolah formal atau melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Kebijakan ini sekaligus menjadi bentuk pengakuan negara terhadap keberagaman jalur pendidikan di Indonesia.

3. Sebagai Basis Data untuk Pemetaan Mutu Pendidikan Nasional

Di tingkat makro, akumulasi data hasil TKA dari seluruh Indonesia akan menjadi bank data strategis bagi Kementerian Pendidikan. Informasi ini memungkinkan pemerintah melakukan:

  • Identifikasi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah, sehingga intervensi dapat difokuskan pada wilayah-wilayah yang membutuhkan.
  • Evaluasi efektivitas kurikulum dengan menganalisis capaian belajar siswa di berbagai jenis sekolah.
  • Penyusunan kebijakan pendidikan yang lebih berbasis data, seperti penyesuaian distribusi guru, alokasi anggaran, atau program pelatihan guru.
  • Pengembangan sistem penjaminan mutu pendidikan yang lebih komprehensif dan terukur.

Dengan ketiga fungsi utamanya tersebut, sertifikat TKA tidak hanya bermanfaat bagi individu siswa, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam mendorong pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan nasional secara menyeluruh. Keberadaannya menandai era baru sistem evaluasi pendidikan yang lebih inklusif dan berorientasi pada pengakuan kompetensi.

Perbedaan Mendasar Antara TKA dan Ujian Nasional (UN)

Banyak yang bertanya, “Apa bedanya TKA dengan UN? Bukankah sama-sama ujian nasional?”

Faktanya, meskipun sama-sama menjadi alat evaluasi pendidikan, TKA dan UN memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Perubahan ini bukan sekadar pergantian nama, melainkan transformasi mendasar dalam filosofi dan sistem penilaian pendidikan di Indonesia.

1. Status dan Fungsi: Penentu Kelulusan vs. Alat Seleksi

Perbedaan paling mencolok terletak pada status kedua ujian ini. Ujian Nasional (UN) selama puluhan tahun dikenal sebagai gatekeeper kelulusan—siswa wajib lulus UN untuk bisa mendapatkan ijazah. Sistem ini sering menuai kontroversi karena dianggap terlalu membebani siswa dengan standar yang kaku.

Berbeda dengan UN, Tes Kemampuan Akademik (TKA) tidak menentukan kelulusan sama sekali. Kelulusan siswa sepenuhnya diserahkan kepada sekolah melalui penilaian harian (rapor) dan ujian sekolah. TKA lebih berfungsi sebagai alat pemetaan kompetensi dan bahan pertimbangan dalam seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, seperti SMP, SMA, atau perguruan tinggi.

2. Pola Soal: Hafalan vs. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Perbedaan kedua yang sangat kentara adalah bentuk soal. UN selama ini dikritik karena terlalu mengandalkan hafalan materi. Soal-soalnya cenderung menguji ingatan siswa terhadap rumus, definisi, atau teori tanpa menuntut pemahaman mendalam.

TKA hadir dengan pendekatan berbeda. Soal-soalnya dirancang untuk mengukur Higher Order Thinking Skills (HOTS), yang meliputi:

  • Analisis data (membaca grafik, tabel, atau teks kompleks)
  • Penalaran logika (menyimpulkan hubungan antar konsep)
  • Pemecahan masalah kontekstual (aplikasi ilmu dalam situasi nyata)

Sebagai contoh perbandingan:

  • Soal UN (Matematika): *”Berapa hasil dari 5x + 3 = 18?”*
    (Jawaban cukup dengan menghitung nilai x)
  • Soal TKA (Matematika): “Jika harga 3 buku dan 2 pensil adalah Rp50.000, sedangkan harga 1 buku dan 4 pensil adalah Rp40.000, berapa harga 1 buku?”
    (Siswa harus membuat persamaan linear dan menyelesaikan sistem persamaan)

Perubahan ini membuat TKA jauh lebih menantang bagi siswa yang terbiasa belajar dengan sistem kebut semalam (SKS).

3. Struktur Mata Pelajaran: Tetap vs. Fleksibel

Dalam UN, mata pelajaran yang diujikan bersifat tetap dan seragam untuk semua siswa di jenjang yang sama. Misalnya, siswa SMA IPA pasti mengerjakan Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi, sementara siswa IPS mengerjakan Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi.

TKA menerapkan sistem yang lebih fleksibel:

  • Untuk SD dan SMP, hanya dua mata pelajaran inti yang diujikan: Bahasa Indonesia dan Matematika.
  • Untuk SMA/SMK, selain tiga mata pelajaran wajib (Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris), siswa bisa memilih dua mata pelajaran sesuai jurusan (IPA/IPS/Bahasa).

Fleksibilitas ini memungkinkan siswa lebih fokus pada bidang yang relevan dengan minat dan rencana studinya ke depan.

4. Sistem Pelaksanaan: Sentralisasi vs. Desentralisasi

UN selama ini diselenggarakan secara terpusat oleh pemerintah pusat (Kemendikbud), dengan soal yang sama untuk seluruh Indonesia. Sistem ini dinilai kurang memperhatikan keragaman kondisi daerah.

TKA mengadopsi pendekatan berbeda:

  • Jenjang SMA/SMK: Tetap diselenggarakan oleh Kemendikdasmen (pusat), dengan soal dibuat secara nasional.
  • Jenjang SMP: Diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, dengan soal kombinasi antara pusat dan daerah.
  • Jenjang SD: Diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota, dengan tetap mengikuti standar nasional.

Desentralisasi ini diharapkan bisa lebih mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik pendidikan di tiap daerah.

5. Frekuensi dan Jadwal Ujian

UN biasanya dilaksanakan sekali setahun dengan jadwal ketat yang sama untuk seluruh Indonesia. Jika tidak lulus, siswa harus mengikuti ujian susulan atau mengulang di tahun berikutnya.

Sementara TKA:

  • Bisa diikuti hanya sekali di tiap jenjang pendidikan.
  • Jadwalnya lebih fleksibel:
    • SMA/SMK: November
    • SD/SMP: Maret
  • Tidak ada ujian susulan, tetapi siswa yang tidak ikut tidak mendapat penalti apa pun.

Perbedaan-perbedaan di atas membawa konsekuensi nyata bagi siswa:

  1. Tekanan psikologis berkurang karena TKA tidak menentukan kelulusan.
  2. Butuh strategi belajar baru karena soal HOTS tidak bisa dihadapi dengan hafalan.
  3. Peluang lebih besar untuk siswa dengan kemampuan analitis kuat, terutama yang menargetkan sekolah/kampus favorit.

Penutup

Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 adalah terobosan baru dalam sistem evaluasi pendidikan Indonesia. Dengan cakupan yang lebih luas—meliputi siswa formal, nonformal, dan informal—TKA diharapkan dapat menjadi alat yang adil untuk mengukur kompetensi akademik sekaligus membuka peluang lebih besar bagi semua siswa.

Bagi orang tua dan siswa, penting untuk mempersiapkan diri sejak dini dengan memahami materi, jadwal, dan strategi belajar yang efektif. Dengan persiapan matang, hasil TKA bisa menjadi tiket emas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Berikut download link PDF Permendikdasmen Nomor 9 Tahun 2025 tentang TKA.

Baca juga:

Please follow and like us:
Scroll to Top