“Bhinneka Tunggal Ika” adalah motto yang digunakan di Indonesia dan berarti “Unity in Diversity” atau “Kebersamaan dalam Keragaman”. Kata-kata ini digunakan sebagai simbol persatuan dan toleransi di negara yang beragam etnis, agama, dan budaya. Motto ini pertama kali ditemukan dalam sebuah manuskrip karya empat abad yang lalu dari seorang penyair Jawa bernama Mpu Prapanca. Bhinneka Tunggal Ika sangat penting dalam sejarah dan budaya Indonesia, simbol ini menggambarkan keberagaman yang kaya dari berbagai suku, agama, dan budaya yang ada di Indonesia dan bagaimana kita dapat hidup berdampingan dengan toleransi, persatuan dan kedamaian.
Makna Bhinneka Tungga Ika
Arti dari Bhinneka Tunggal Ika dalam konteks Persatuan Indonesia adalah bahwa meskipun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda, namun keseluruhannya tetap merupakan satu persatuan. Ini dijelaskan dalam PP No. 66 tahun 1951, yang diumumkan pada tanggal 17 Oktober 1951 dan diterbitkan dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951, yang menjelaskan bahwa persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tetap terjaga meskipun ada perbedaan-perbedaan yang ada.
Baca juga: Keberagaman Indonesia: Penyebab dan Contoh
Keanekaragaman di Indonesia bukanlah sesuatu yang bertentangan atau merugikan, melainkan justru menjadi bagian dari persatuan bangsa dan negara. Keanekaragaman ini memperkaya sifat dan makna dari persatuan Indonesia.Dalam proses perkembangan persatuan suatu bangsa (nasionalisme), ada dua aspek kekuasaan yang mempengaruhinya: kekuasaan fisik (lahir) atau yang juga disebut kekuasaan material yang meliputi kekerasan, paksaan, dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide, dan kepercayaan. Persatuan bangsa yang dikendalikan oleh kekuasaan fisik akan berkembang menjadi bangsa yang materialistik.
Proses perkembangan persatuan bangsa yang dikendalikan oleh kekuasaan idealis akan menghasilkan suatu negara yang ideal tetapi tidak sesuai dengan realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu, prinsip-prinsip nasionalisme di Indonesia harus merupakan suatu sintesa yang seimbang dari hal-hal yang bersifat fisik dan idealis, yang sesuai dengan hakikat manusia yang memiliki beragam aspek. Hal ini sesuai dengan Pancasila, yang mengakui hakikat manusia yang beragam.
Baca juga: Gaya Kepemimpinan Situasional: Teori, dan Contoh
Dalam perkembangan nasionalisme di dunia, terdapat berbagai teori, salah satunya yaitu teori Hans Kohn yang menyatakan bahwa nasionalisme terbentuk dari persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara, dan kewarganegaraan. Bangsa tumbuh dan berkembang melalui analisis akar-akar yang terbentuk melalui jalannya sejarah.
Baca juga: Gaya Kepemimpinan Demokratis: Konsep, dan Aplikasi
Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang berbeda-beda serta wilayah negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Oleh karena itu, keanekaragaman itu bukanlah sesuatu yang bertentangan, tetapi justru merupakan sumber daya dari persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam kenyataan objektif, perkembangan nasionalisme Indonesia telah dibentuk dalam sejarah yang berakar dalam adat-istiadat dan kebudayaan. Arti dari paragraf tersebut adalah bahwa prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia (Persatuan Indonesia) terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait, diantaranya:
Kesatuan sejarah
Bahwa bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam sebuah proses sejarah yang sama.
Kesatuan nasib
Bahwa seluruh elemen bangsa Indonesia berada dalam proses sejarah yang sama dan mengalami nasib yang sama dalam penderitaan di bawah penjajahan dan kebahagiaan bersama setelah kemerdekaan.
Kesatuan kebudayaan
Bahwa keanekaragaman kebudayaan di Indonesia tumbuh menjadi bentuk kebudayaan nasional.
Kesatuan asas kerohanian
Bahwa ide, cita-cita, dan nilai-nilai kerohanian yang menyatu dalam Pancasila merupakan dasar dari persatuan bangsa Indonesia.
Berdasarkan prinsip-prinsip nasionalisme tersebut, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme memiliki peran historis dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, yaitu mampu mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Persatuan Indonesia merupakan jiwa dan semangat dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Asal Usul Nama dan Perkembangan Islam di Jambi
Menurut Muhammad Yamin, proses terbentuknya persatuan bangsa Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan adalah unik dan berbeda dari bangsa lain. Tujuan dari proses ini adalah untuk menciptakan sebuah bangsa yang benar-benar merdeka dan memiliki kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tanpa tergantung pada bangsa lain. Proses ini diperluas dalam 3 fase yaitu : Zaman Kebangsaan Sriwijaya, Zaman Kebangsaan Majapahit, dan Zaman Kebangsaan Indonesia Merdeka (yang dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945). Kebangsaan Indonesia pertama dan kedua dianggap sebagai nasionalisme lama, sementara fase ketiga dianggap sebagai nasionalisme Indonesia Modern, yaitu sebuah negara kebangsaan yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan.
Baca juga: Guru Penggerak: Pengertian, Tujuan, dan Keuntungan
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, pengertian “Persatuan Indonesia” memainkan peran yang sangat penting sebagai sumber semangat, motivasi, dan penggerak perjuangan. Hal ini tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa perjuangan pergerakan Indonesia telah berhasil mencapai tahap kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Cita-cita untuk mencapai Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi modern baik berdasarkan agama Islam, paham kebangsaan atau sosialisme dipelopori oleh berdirinya berbagai organisasi seperti Serikat Dagang Islam (1990), Budi Utomo (1908), Serikat Islam (1911), Muhammadiyah (1912), Indische Partij (1911), Perhimpunan Indonesia (1924), Partai Nasional Indonesia (1929), Partindo (1933) dan sebagainya, upaya untuk mencapai cita-cita persatuan Indonesia pertama kali muncul dalam bentuk federasi berbagai organisasi politik dan masyarakat yang ada, yaitu dengan cara menyatukan perhimpunan-perhimpunan politik kemerdekaan Indonesia pada tahun 1927. Kebulatan tekad untuk mewujudkan persatuan Indonesia kemudian tercermin dalam ikrar “Sumpah Pemuda” yang dipelopori oleh pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, yang menyatakan:
- Pertama, kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia.
- Kedua, kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia.
- Ketiga, kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Ikrar ini menunjukkan komitmen yang kuat dari pemuda Indonesia untuk mencapai persatuan dalam segala aspek, termasuk dalam hal asal usul, bangsa, dan bahasa.
Tiga Aspek Persatuan Indonesia
Sumpah Pemuda mengutarakan tiga aspek dari persatuan Indonesia, yaitu:
Aspek Satu Nusa
Aspek wilayah, yang mengindikasikan bahwa para pejuang kemerdekaan berkomitmen untuk menyatukan pulau-pulau yang dulunya dikenal sebagai Hindia Belanda yang dijajah oleh Belanda menjadi satu wilayah Indonesia merdeka.
Aspek Satu Bangsa
Aspek suku bangsa, dengan mengklaim satu nama baru untuk berbagai suku yang ada di wilayah yang dulunya dikenal sebagai Hindia Belanda yaitu Bangsa Indonesia, sebagai kesatuan bangsa yang berada di wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Aspek Satu Bahasa
Aspek bahasa, dengan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang digunakan dalam wilayah dan bangsa baru ini. Ini adalah langkah pertama dalam menetapkan bahasa yang akan digunakan di negara Indonesia merdeka yang di ambil dari bahasa Melayu dengan sedikit pembaharuan.
Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 menjadi landasan dari cita-cita untuk mencapai Indonesia merdeka. Meskipun dalam perjalanannya terjadi berbagai masalah dan keretakan dalam persatuan, perjuangan kemerdekaan yang dilakukan oleh berbagai organisasi politik dan masyarakat pada masa itu dengan berbagai strategi dan tindakan baik yang kooperatif maupun non-kooperatif terhadap pemerintahan Hindia Belanda mengalami pergantian dalam bentuk federasi dan fusi dalam gabungan politik Indonesia (1939) serta fusi terakhir Majelis Rakyat Indonesia.
Pemahaman tentang Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara Indonesia merupakan pilar penting dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Hal ini mengajarkan kepada kita untuk hidup saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada di antara masyarakat tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lain-lain. Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau, Indonesia memiliki beragam adat istiadat, bahasa, aturan, kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antar pulau. Tanpa kesadaran untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika, ini dapat menyebabkan berbagai kekacauan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana setiap orang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa memperhatikan kepentingan bersama. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika dengan baik, dan sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah Republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
Kesimpulan
Persatuan Indonesia merupakan prinsip dasar yang diwujudkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Persatuan Indonesia diwujudkan dalam proses sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang melalui tiga fase, dari Sriwijaya, Majapahit, hingga saat ini. Persatuan Indonesia ditunjukkan melalui kesatuan wilayah, kesatuan bangsa, dan kesatuan bahasa. Hal ini penting untuk dijaga agar tidak terjadi kekacauan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Persatuan Indonesia memerlukan perjuangan yang panjang untuk menyatukan wilayah Republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
Referensi
- Abdulkarim, A., Komalasari, K., Saripudin, D., Ratmaningsih, N., & Anggraini, D. N. (2020). Development of a Unity in Diversity-Based Pancasila Education Text Book for Indonesian Universities. International Journal of Instruction, 13(1), 371-386.
- Atmaja, G. M. W., Arniati, I. A. K., & Pradana, G. Y. K. (2020). Bhineka Tunggal Ika as Source Politics and Identity of Indonesian Culture in The Formation of Law. Cultura, 17(1), 57-72.
- Butler, D. (2016). Peace and Harmony in the World Based on Pancasila and Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity). Harmoni, 15(2), 33-40.
- Gautama, S., & Hornick, R. N. (2022). An introduction to Indonesian law: Unity in diversity. Penerbit Alumni.
- Logli, C. (2015). Bhinneka Tunggal Ika (United in Diversity): Nationalism, Ethnicity, and Religion in Indonesian Higher Education (Doctoral dissertation, [Honolulu]:[University of Hawaii at Manoa],[May 2015]).
- Pursika, I. N. (2009). Kajian Analitik Terhadap Semboyan” Bhinneka Tunggal Ika”. Jurnal Pendidikan dan pengajaran, 42(1 Apr).
- Rahman, M. F., Najah, S., Furtuna, N. D., & Anti, A. (2020). Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Benteng Terhadap Risiko Keberagaman Bangsa Indonesia. Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan, 6(2)
- Salim, M. (2017). Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Perwujudan Ikatan Adat-Adat Masyarakat Adat Nusantara. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan, 6(1), 65-74.
- Suparlan, P. (2014). Bhinneka Tunggal Ika: keanekaragaman sukubangsa atau kebudayaan?. Antropologi Indonesia.