Kolusi: Pengertian, Ciri, Penyebab, Dampak, dan Contohnya
Kolusi merupakan sebuah perilaku yang tidak etis dan jelas tidak pantas dilakukan oleh siapa pun. Istilah ini termasuk dalam kategori praktik ilegal yang sering diidentifikasi sebagai bagian dari tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Apakah Anda sudah familiar dengan konsep kolusi? Jika belum, tak perlu khawatir karena kami akan menjelaskan secara detail mengenai pengertian, ciri, penyebab, dampak, contoh-contohnya serta tindakan pencegahan. Untuk memperoleh informasi lebih lanjut, mari kita jelajahi penjelasannya di bawah ini!
Pengertian Kolusi
Para ahli dan berbagai kamus juga memberikan definisi mengenai kolusi. Berikut adalah pengertian menurut beberapa sumber:
Merriam Webster Dictionary
Menurut kamus Merriam Webster tahun 1984, diartikan sebagai perjanjian atau kerja sama ilegal dengan tujuan menipu atau mengelabui pihak lain.
Oxford Dictionary
Oxford dictionary mendefinisikan sebagai persekongkolan atau kerja sama rahasia yang melanggar hukum untuk menipu orang lain.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
KBBI menggambarkan sebagai kerja sama rahasia yang memiliki niat buruk di baliknya, biasanya terjadi antara pengusaha dan pejabat pemerintah.
Undang-Undang Republik Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia mengartikan sebagai perjanjian atau kerja sama yang rahasia dan melanggar hukum antara penyelenggara negara dan pihak lain, seperti masyarakat atau negara.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Menurut OJK adalah persekongkolan antara dua pihak atau lebih untuk tindakan yang seolah-olah sah, tetapi bertujuan merugikan pihak lain demi keuntungan.
Selain dari sumber-sumber tersebut, para ahli ekonomi menjelaskan bahwa kolusi merujuk pada tindakan tidak jujur di mana dua pihak sepakat untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, manipulasi harga pasar. Biasanya, kasus kolusi melibatkan perusahaan besar yang ingin mengambil keuntungan bersama atau menciptakan oligopoli.
Kolusi juga dapat terjadi dalam skala individu, seperti kesepakatan antara pengusaha dan pejabat untuk kepentingan tertentu. Contohnya, memberikan hadiah kepada oknum pejabat agar mendapatkan izin proyek.
Praktik ini cukup umum di Indonesia, dan banyak oknum pejabat serta pengusaha telah ditangkap dalam kasus-kasus yang terkait. Hukum di Indonesia telah mengatur tentang kolusi dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Ada dua TAP MPR yang relevan dengan kolusi: TAP MPR XI tahun 1998 mengenai pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta TAP MPR VIII tahun 2001 tentang kebijakan pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Meskipun undang-undang dan peraturan telah mengatasi tindakan KKN, belum ada undang-undang yang secara spesifik mengatur kolusi sebagai tindak pidana korupsi.
Baca juga: Gerakan Pramuka: Sejarah, Tujuan, Prinsip, dan Metode
Ciri-ciri Kolusi
Praktik kolusi menunjukkan berbagai tanda dan karakteristik khusus, berikut adalah ciri-ciri yang terkait dengan praktiknya:
- Pemberian uang suap atau gratifikasi dari lembaga tertentu kepada individu pejabat atau pegawai pemerintah dengan maksud memuluskan pencapaian kepentingan lembaga tersebut.
- Penggunaan perantara (broker) dalam proses pengadaan barang atau jasa tertentu. Pada dasarnya, proyek pengadaan seperti ini seharusnya bisa dijalankan melalui jalur pemerintah-ke-pemerintah (G2G) atau pemerintah-ke-produsen (G2P) secara langsung. Biasanya, orang yang berperan sebagai broker adalah individu dengan jabatan atau hubungan kekerabatan yang relevan.
Baca juga: Social Butterfly: Defenisi, Karateristik, dan Tips Berteman
Penyebab Kolusi
Ada beberapa faktor yang bisa mengakibatkan tindakan kolusi, seperti berikut:
- Adanya budaya suap-menyuap yang sudah merasuk ke dalam struktur birokrasi.
- Kegagalan pengawasan dan penegakan hukum yang membuka celah bagi praktik kolusi.
- Kesempatan dan insentif untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok tanpa mempertimbangkan prinsip etika dan moral.
Baca juga: Ambivert Adalah: Ciri, Kelebihan, dan Kelebihannya
Dampak Kolusi
Tindakan kolusi perlu dihadapi dengan tegas oleh aparat, karena melibatkan perjanjian jahat yang dilakukan bersama untuk mencapai keuntungan, Tindakan kolusi tentu saja tak dapat dibenarkan dan merupakan tindak pidana, sehingga pelaku yang tertangkap harus dihadapkan pada proses hukum.
Tindakan kolusi yang berulang dan bahkan dianggap lazim akan berdampak buruk pada berbagai aspek. Ini disebabkan kolusi melanggar hukum. Namun, apa dampak konkritnya? Mari kita bahas.
- Kolusi bisa menciptakan ketidaksetaraan sosial dan ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
- Pertumbuhan ekonomi dan investasi bisa terhambat, menyulitkan upaya mengatasi kemiskinan.
- Sumber daya, baik manusia maupun ekonomi, dapat terbuang sia-sia akibat pemborosan.
- Proses demokrasi bisa terganggu oleh pelanggaran hak-hak warga negara.
- Kepercayaan masyarakat terhadap aparat negara bisa merosot.
- Fungsi dan mekanisme yang seharusnya sesuai prosedur dan hukum menjadi terganggu, menciptakan ketidakselarasan antara tujuan dan praktik di lapangan.
Baca juga: Badan Usaha: Pengertian, Jenis, Bentuk, dan Contohnya
Contoh Kasus Kolusi
Tidak dapat disangkal bahwa praktik kolusi masih umum terjadi dalam berbagai aspek kehidupan sosial. Di bawah ini terdapat beberapa contoh kasus yang sering ditemui:
- Sebuah perusahaan memberikan suap kepada seorang pejabat pemerintah untuk memuluskan pengadaan atau perizinan usaha yang diinginkan oleh bisnis tersebut.
- Memberikan suap kepada tenaga pendidik dengan tujuan agar seorang murid diberi nilai yang tinggi di sekolah.
- Menyuap instansi pemerintah untuk memastikan seseorang diterima sebagai aparat negara.
- Memberikan suap kepada instansi pendidikan agar seseorang diterima di sekolah atau universitas yang diharapkan.
- Melakukan suap kepada pegawai pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan.
- Menyuap hakim atau jaksa agar hukuman bagi seseorang yang melakukan tindakan melawan hukum menjadi lebih ringan.
- Memberikan suap kepada petugas agar bisa memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) tanpa harus melewati ujian.
Semua contoh di atas menggambarkan bagaimana kolusi dapat merajalela dalam berbagai aspek masyarakat.
Baca juga: Cara Membuat NPWP Online: Kewajiban Pajak
Tindakan Pencegahan KKN
Berbagai langkah telah diambil untuk mencegah terjadinya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme di masa mendatang. Di bawah ini terdapat beberapa upaya pencegahan yang ditujukan pada kolusi, korupsi, dan nepotisme:
Penguatan Kerangka Hukum
Langkah ini dapat diimplementasikan melalui berbagai cara berikut:
- Penyusunan regulasi baru
- Revisi atau penghapusan peraturan yang tidak efektif
- Pengenalan regulasi tambahan yang mendukung upaya pemberantasan KKN
Peningkatan Institusi Penegak Hukum
Pejabat publik harus memiliki kepemimpinan yang kuat dan mampu untuk mengembangkan potensi manusia secara berkelanjutan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Penegakan hukum juga harus mengutamakan aspek kemanusiaan, sehingga menghindari diskriminasi terhadap lapisan masyarakat yang lebih rendah.
Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat
Setiap warga negara memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya terhadap keputusan yang diambil, baik langsung maupun melalui perantara institusi yang mewakili kepentingan mereka. Melalui partisipasi aktif dalam proses pemilihan umum, masyarakat dapat berperan langsung dalam mencegah kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Peningkatan Kualitas Layanan Publik
Pencegahan KKN juga dapat dilakukan dengan memberikan layanan publik yang merata dan adil, tanpa membedakan status atau golongan. Transparansi dalam pelayanan publik sangat penting agar lembaga dan informasi yang relevan dapat diakses oleh semua pihak.
Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, Polisi, dan Tentara
Langkah ini melibatkan peningkatan kesejahteraan bagi para aparatur negara melalui upaya seperti peningkatan gaji. Kesejahteraan yang memadai dapat mengurangi insentif untuk melakukan korupsi atau tindakan KKN.
Pendekatan Etika dan Moral terhadap Pejabat dan Pihak Berkuasa
Tindakan kolusi, korupsi, dan nepotisme dapat terhindari apabila para pejabat dan pihak berkuasa memiliki integritas moral. Oleh karena itu, pendekatan moral dan nilai-nilai agama menjadi penting dalam pencegahan praktik-praktik tersebut.
Harapannya adalah bahwa dengan langkah-langkah ini, aparatur negara dan pihak berkuasa akan semakin sadar dan berhenti melakukan tindakan KKN yang merugikan banyak pihak.
Baca juga: Cara Menghitung Masa Subur Wanita Beserta Tanda-Tandanya
Kesimpulan
Tindakan kolusi, korupsi, dan nepotisme merupakan permasalahan serius dalam masyarakat. Upaya pencegahan yang terdiri dari penguatan hukum, peningkatan kualitas institusi penegak hukum, pemberdayaan partisipasi masyarakat, perbaikan layanan publik, peningkatan kesejahteraan pegawai publik, dan pendekatan moral terhadap pejabat dan pihak berkuasa, menjadi kunci untuk mengatasi dampak buruk praktik-praktik tersebut. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil, transparan, dan berintegritas, serta mengurangi risiko dari tindakan yang merugikan ini dalam jangka panjang.
Referensi
- Laode M. Syarif. (2008). “Korupsi: Konsep, Isu, dan Solusi.” Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia.
- https://bcbojonegoro.beacukai.go.id
- https://www.kemenkumham.go.id